Sumardi Wahyu Purnomo ialah seorang penjual angkringan di depan kantor Gubernuran Malioboro Yogyakarta. Tetapi ia lebih dikenal dengan sapaan pak kabul, Ia lahir pada 7 maret tahun 1976, Sumardi bertempat tinggal di Bumiijo. Ia melakoni profesinya sebagai penjual angkringan sejak tahun 1999, Pak Kabul memilih pekerjaannya dikarenakan meneruskan usaha Ayahnya karena ayahnya meninggal pada tahun 1999. Pak Kabul juga menjadi tulang punggung keluarga sejak saat itu. Pada tahun 2000 pak kabul menikah dan sampai saat ini ia sudah dikaruniai 2 orang anak,laki- laki dan perempuan. Anak Sumardi atau pak Kabul saat ini sudah duduk dibangku SMP. dengan iklas ia melangkah sedikit demi sedikit hingga saat ini sampai mempunyai sebuah gerobak angkringan. Menurut cerita Sumardi, Ayahnya dulu memulai dengan berjualan gorengan didepan rumahnya dan akhirnya karena kerja keras sang ayahlah sumardi atau pak Kabul ini termotifasi untuk meneruskan dan mengembangkannya menjadi seperti sekarang ini. Ternyata usahanya tidak mengecewakan, dengan berjualan angkringanlah ia dapat menyekolahkan kedua anak – anaknya smpai saat ini. Perjalanan perjuangan pak Kabul ini sangat menggambarkankan keberhasilan yang diraih melalui kesabaran dan keikhlasan itu akan sangat membanggakan.
Pak Kabul biasanya berjualan angkringan dari pukul 15.30 hingga pukul 21.00, Pelanggannya mulai dari pegawai swalayan hingga tukang becak sering mampir di angkringan pak Kabul. Dagangannya biasannya selalu habis tiap malam, setiap jam 21.00 anak laki-lakinya menjemput pak Kabul untuk membantu beres-beres dan menjemputnya pulang begitulah aktifitas yang patut dibanggakan dari seorang penjual angkringan yang menjadi tulang punggung keluarga.
(PAmungkas w 153070394)
Selasa, 05 Mei 2009
Ditinggal Suami, Ngatinem Ngemis !
Ngatinem adalah seorang pengemis di Malioboro. Bagi Dia mengais rezeki dengan meminta-minta bukanlah hal yang asing lagi. Demi menghidupi anaknya ( Rizki ) yang masih berumur 2 tahun. Suami Miggat bagi dia bukanlah akhir dari semua!
Ngatinem setiap hari meminta-minta di seputaran Malioboro. Anaknya yang terbilang masih balita selalu ada di gendongannya. Keadaan ekonomi yang bisa dibilang tidak ada, membuat ia menempuh jalan pintas. “Ya beginilah saya mengemis untuk mendapat sesuap nasi” ungkap Ibu asal Wonogiri ini. Sesuap nasi sangatlah berarti karena memiliki tanggung jawab penuh terhadap anak semata wayangnya. Kehidupan mereka berdua tergantung pada orang lain yang mau mengasihaninya dan memberikan sebagian rezeki. Apabila tidak ada yang memberikan sebagian rezeki mungkin dia kelaparan dan tidak tahu sampai kapan akan bisa bertahan hidup lagi. “Pernah satu hari tidak makan karena tidak mendapat rezeki” kata Ngatinem lirih sedih.
Suami yang pergi entah kemana membuat Ibu berumur 40 tahun ini menjalani hidup yang tidak sewajarnya orang ekonomi menengah ke atas yang hidup bahagia bersama keluarga. Tidak ada satu orang pun keluarganya yang mencari. Mungkin keluarga sudah tidak peduli lagi bagaimana keadaan mereka berdua. Dari Wonogiri ke Malioboro tidak dekat jaraknya. Keadaan yang jauh dari keluarga semakin tidak tentram kehidupannya bahkan adanya ancaman dari luar. Bukan tidak mungkin akan ada ancaman dari luar. Kehidupan malam bisa jadi ancaman bagi keduanya karena hanya tidur disembarang tempat yang bisa buat tidur. Beralaskan lantai beratapkan langit ia menyambut malam. Selain itu anak kecil rentan terserang penyakit karena dinginnya malam. Di samping itu musuh besar yaitu SATPOL PP. Kata Ibu tanpa Suami ini “Resiko kalau di garuk SATPOL PP”.
Menurut Partinah 30th seorang pedagang kerajinan tas yang sehari-hari mangkal di Malioboro, Pengemis itu belum lama ada di sini.”Sekitar 1 bulanan lah” tegas penjual tas ini. Keadaan yang bisa dikatakan belum mengerti seluk beluk wilayah tempat mengais rezeki ini adalah juga ancaman bagi pengemis karena tidak dapat dengan singkat bisa mengetahui seluk beluknya. Preman dari para pengemis pasti ada. Mereka hanya meminta kepada para pengemis bahkan dengan kejamnya melakukan aksinya. Ancaman yang beginilah yang menjadi musuh bebuyutan bagi Ibu dan Anak itu.
(IRWANTO / 153070020)
Ngatinem setiap hari meminta-minta di seputaran Malioboro. Anaknya yang terbilang masih balita selalu ada di gendongannya. Keadaan ekonomi yang bisa dibilang tidak ada, membuat ia menempuh jalan pintas. “Ya beginilah saya mengemis untuk mendapat sesuap nasi” ungkap Ibu asal Wonogiri ini. Sesuap nasi sangatlah berarti karena memiliki tanggung jawab penuh terhadap anak semata wayangnya. Kehidupan mereka berdua tergantung pada orang lain yang mau mengasihaninya dan memberikan sebagian rezeki. Apabila tidak ada yang memberikan sebagian rezeki mungkin dia kelaparan dan tidak tahu sampai kapan akan bisa bertahan hidup lagi. “Pernah satu hari tidak makan karena tidak mendapat rezeki” kata Ngatinem lirih sedih.
Suami yang pergi entah kemana membuat Ibu berumur 40 tahun ini menjalani hidup yang tidak sewajarnya orang ekonomi menengah ke atas yang hidup bahagia bersama keluarga. Tidak ada satu orang pun keluarganya yang mencari. Mungkin keluarga sudah tidak peduli lagi bagaimana keadaan mereka berdua. Dari Wonogiri ke Malioboro tidak dekat jaraknya. Keadaan yang jauh dari keluarga semakin tidak tentram kehidupannya bahkan adanya ancaman dari luar. Bukan tidak mungkin akan ada ancaman dari luar. Kehidupan malam bisa jadi ancaman bagi keduanya karena hanya tidur disembarang tempat yang bisa buat tidur. Beralaskan lantai beratapkan langit ia menyambut malam. Selain itu anak kecil rentan terserang penyakit karena dinginnya malam. Di samping itu musuh besar yaitu SATPOL PP. Kata Ibu tanpa Suami ini “Resiko kalau di garuk SATPOL PP”.
Menurut Partinah 30th seorang pedagang kerajinan tas yang sehari-hari mangkal di Malioboro, Pengemis itu belum lama ada di sini.”Sekitar 1 bulanan lah” tegas penjual tas ini. Keadaan yang bisa dikatakan belum mengerti seluk beluk wilayah tempat mengais rezeki ini adalah juga ancaman bagi pengemis karena tidak dapat dengan singkat bisa mengetahui seluk beluknya. Preman dari para pengemis pasti ada. Mereka hanya meminta kepada para pengemis bahkan dengan kejamnya melakukan aksinya. Ancaman yang beginilah yang menjadi musuh bebuyutan bagi Ibu dan Anak itu.
(IRWANTO / 153070020)
Langganan:
Postingan (Atom)