Mahasiswa Basis Golput
Yogyakarta – pemilu tanggal 9 april 2009 ini kita akan menghadapi pemilu caleg. Dengan semakin banyaknya partai dan para caleg membuat para pemilih menjadi bingung dan disinyalir golput akan semakin meningkat.
Dengan sangat gencarnya para parpol melakukan kampanye baik melalui media cetak maupun media elektronik tidak membuat sebagian mahasiswa pendatang untuk ikut mencontreng di daerahnya masing-masing. Arka salah satu mahasiswa penrguruan tinggi swasta di yogyakarta mengutarakan ideology dan cita-cita mereka serta janji-janjinya tidak bisa dipercaya lagi, untuk apa dipaksa memilih ? kalau toh disuruh memilih mungkin saya bisa mencoba metode “ hitung kancing “ , bingung milihnya.
Hal ini juga didukung oleh Riko mahasiswa berjenggot ini juga tidak memilih (golput) ”yang dipilih tidak ada gunanya, indonesia tetap saja begini sengsara ” ujarnya.
Selain fenomena mahasiswa golput tersebut, Rahman adalah salah satu mahasiswa yang menolak keras golput, ia mengatakan “masak dari sekian banyak caleg tidak ada satu pun yang memenuhi criteria pastilah ada, lebih baik memilih daripada tidak sama sekali.
(Haryo pinandito 153070025)
Senin, 01 Juni 2009
Soft News
Kampanye = Ricuh
Musim kampanye identik dengan aksi konvoy para simpatisan partai dan konser musik dangdut yang dianggap oleh sebagian warga tidak efektif dan berujung ricuh.
Motor-motor yang knlapotnya sengaja dipotong agar suaranya berisik malah menggangu ketertiban umum dan bising ditelinga gitu kok kampanye ujar pak Rohim salah satu warga yang kebetulan rumahnya dilalui oleh konvoy kampanye partai. Kampanye seharusnya menyampaikan visi misi partai dengan dialog atau debat bukan nya malah gini kata pria berkumis tebal itu.
Senada dengan pak Rohim, Roki salah satu mahasiswa perguruan tinggi swasta di yagyakarta ketika ditanya mengenai kampanye parpol yang menyuguhkan konser musik dangdut, ia berpendapat “ saya rasa tidak efektif ya, itu malah akan menyebabkan kericuhan kita lihat saja konser dangdut kan identik dengan kericuhan saling senggol sedikit tidak terima ricuh, buang-buang energi.
Kampanye yang menyuguhkan konser dangdut dan konvoy arak-arakan tidak hanya berdampak buruk, mengganggu ketertiban umum dan berakibat ricuh tapi menjadi menjadi berkah tersendiri bagi sebagian artis dangdutyang banyak menerima job saat musim kampanye.
(Haryo pinandito 153070025)
Musim kampanye identik dengan aksi konvoy para simpatisan partai dan konser musik dangdut yang dianggap oleh sebagian warga tidak efektif dan berujung ricuh.
Motor-motor yang knlapotnya sengaja dipotong agar suaranya berisik malah menggangu ketertiban umum dan bising ditelinga gitu kok kampanye ujar pak Rohim salah satu warga yang kebetulan rumahnya dilalui oleh konvoy kampanye partai. Kampanye seharusnya menyampaikan visi misi partai dengan dialog atau debat bukan nya malah gini kata pria berkumis tebal itu.
Senada dengan pak Rohim, Roki salah satu mahasiswa perguruan tinggi swasta di yagyakarta ketika ditanya mengenai kampanye parpol yang menyuguhkan konser musik dangdut, ia berpendapat “ saya rasa tidak efektif ya, itu malah akan menyebabkan kericuhan kita lihat saja konser dangdut kan identik dengan kericuhan saling senggol sedikit tidak terima ricuh, buang-buang energi.
Kampanye yang menyuguhkan konser dangdut dan konvoy arak-arakan tidak hanya berdampak buruk, mengganggu ketertiban umum dan berakibat ricuh tapi menjadi menjadi berkah tersendiri bagi sebagian artis dangdutyang banyak menerima job saat musim kampanye.
(Haryo pinandito 153070025)
Pojok
Mega-Prabowo mendeklarasikan capres dan cawapres di TPA Bantargebang
" emang gua pikirin "
(Haryo Pinandito 153070025)
" emang gua pikirin "
(Haryo Pinandito 153070025)
Pojok
SBY menggandeng Budiono sebagai cawapres
" tidak masalah,yang penting bisa mengembani amanah Rakyat "
Rizki Adetya PP 153070337)
" tidak masalah,yang penting bisa mengembani amanah Rakyat "
Rizki Adetya PP 153070337)
Tajuk Rencana
Pejabat Negara Ngapain Kampanye?
Presiden, wakil presiden, dan menteri menjadwalkan berkampanye untuk partainya masing-masing. Untuk keperluan itu, mereka akan cuti yang dijadwal bergilir.
Tidak ada aturan yang dilanggar. Sebab, UU Pemilu memang memperbolehkan para pejabat berkampanye untuk parpol masing-masing. UU pula yang mengharuskan mereka cuti selama berkampanye. Dengan syarat, pejabat negara tidak boleh menggunakan fasilitas negara. Ada dua hal yang perlu dicermati.
Pertama, ketika menjadi pejabat negara, pemimpin parpol seharusnya mencairkan hubungannya dengan parpol mereka. Mereka harus mengutamakan posisinya sebagai pejabat negara yang harus fokus untuk bekerja demi negara dan bangsanya.
Patutkah jika presiden dan wapres memimpin para menterinya dan harus tunduk kepada presiden dan Wapres, namun di saat kampanye mereka saling sindir. Bahkan, saling kecam dan membeber kelemahan masing-masing.Memang tidak ada yang salah karena aksi mereka di ajang kampanye itu tidak melanggar UU, bahkan memperbolehkan. Hanya, itu tetap saja tidak baik karena telah memberikan contoh yang tidak baik bagi pendidikan politik.
Kedua, kepemimpinan di pemerintahan haruslah tidak boleh diganggu kepentingan apa pun, mereka harus bekerja sepenuh hati. Tidak boleh diganggu kepentingan lain, termasuk kepentingan parpol.
Meskipun itu tidak melanggar UU- para pejabat tidak perlu ikut berkampanye. Urusan kampanye serahkan saja kepada parpol masing-masing. Itu juga menjadi contoh bagi parpol-parpol. Bahwa, untuk menarik massa, parpol tidak perlu bergantung kepada pemimpin mereka yang sedang menjadi pejabat negara. Biarkan pejabat negara bekerja. Biarkan mereka fokus pada pekerjaannya. Biarkan presiden, wapres dan para mentri bekerja memimpin pemerintahan asal parpol bekerja membantu presiden menjalankan roda pemerintahan.
Masyarakat sekarang sudah semakin pintar. Mendukung dalam pemilu tidak lagi disebabkan pesona dan daya tarik pemimpin parpol yang sedang menjadi presiden, Wapres, dan menteri. Dukungan dalam pemilu bergantung pada kinerja parpol selama lima tahun terakhir. Apakah wakil mereka di parlemen atau wakil parpol di kursi presiden, Wapres, dan menteri dapat memajukan negara dan bangsa. Kalau dukungan pemilih karena pesona pejabat negara, mestinya angka golput tidak besar. Nyatanya, angka golput dari pemilu ke pemilu terus membengkak
(Haryo Pinandito 153070025)
Presiden, wakil presiden, dan menteri menjadwalkan berkampanye untuk partainya masing-masing. Untuk keperluan itu, mereka akan cuti yang dijadwal bergilir.
Tidak ada aturan yang dilanggar. Sebab, UU Pemilu memang memperbolehkan para pejabat berkampanye untuk parpol masing-masing. UU pula yang mengharuskan mereka cuti selama berkampanye. Dengan syarat, pejabat negara tidak boleh menggunakan fasilitas negara. Ada dua hal yang perlu dicermati.
Pertama, ketika menjadi pejabat negara, pemimpin parpol seharusnya mencairkan hubungannya dengan parpol mereka. Mereka harus mengutamakan posisinya sebagai pejabat negara yang harus fokus untuk bekerja demi negara dan bangsanya.
Patutkah jika presiden dan wapres memimpin para menterinya dan harus tunduk kepada presiden dan Wapres, namun di saat kampanye mereka saling sindir. Bahkan, saling kecam dan membeber kelemahan masing-masing.Memang tidak ada yang salah karena aksi mereka di ajang kampanye itu tidak melanggar UU, bahkan memperbolehkan. Hanya, itu tetap saja tidak baik karena telah memberikan contoh yang tidak baik bagi pendidikan politik.
Kedua, kepemimpinan di pemerintahan haruslah tidak boleh diganggu kepentingan apa pun, mereka harus bekerja sepenuh hati. Tidak boleh diganggu kepentingan lain, termasuk kepentingan parpol.
Meskipun itu tidak melanggar UU- para pejabat tidak perlu ikut berkampanye. Urusan kampanye serahkan saja kepada parpol masing-masing. Itu juga menjadi contoh bagi parpol-parpol. Bahwa, untuk menarik massa, parpol tidak perlu bergantung kepada pemimpin mereka yang sedang menjadi pejabat negara. Biarkan pejabat negara bekerja. Biarkan mereka fokus pada pekerjaannya. Biarkan presiden, wapres dan para mentri bekerja memimpin pemerintahan asal parpol bekerja membantu presiden menjalankan roda pemerintahan.
Masyarakat sekarang sudah semakin pintar. Mendukung dalam pemilu tidak lagi disebabkan pesona dan daya tarik pemimpin parpol yang sedang menjadi presiden, Wapres, dan menteri. Dukungan dalam pemilu bergantung pada kinerja parpol selama lima tahun terakhir. Apakah wakil mereka di parlemen atau wakil parpol di kursi presiden, Wapres, dan menteri dapat memajukan negara dan bangsa. Kalau dukungan pemilih karena pesona pejabat negara, mestinya angka golput tidak besar. Nyatanya, angka golput dari pemilu ke pemilu terus membengkak
(Haryo Pinandito 153070025)
Artikel Opini
DPT Yang Amburadul
Pemilu Presiden secara langsung akan digelar tanggal 8 Juli 2009 untuk putaran I. Apabila ada putaran II akan dilaksanakan pada 8 September 2009. ini akan kembali menguras energi rakyat Indonesia untuk sekedar memilih capres dan wapres yang masih menyisakan tanda tanya. Apakah pemimpin terpilih mampu memimpin Indonesia agar menjadi maju?
Pilpres mendatang masih tetap akan bermasalah terutama mengenai DPT, daftar pemilih tetap pileg kemarin dijadikan daftar pemilih sementara untuk pilpres mendatang. Jangan-jangan birokrasi sengaja dibikin bobrok dan nggak mau tahu-menahu tentang data kependudukan?
Kata KPU, "Pemilih yang dapat menggunakan hak pilihnya yakni yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap di tempat pemungutan suara". Dari pernyataan ini telah jelas bahwa tidak setiap warga negara berhak menggunakan hak suaranya jika tidak terdaftar. Ini masih menyisakan pertanyaan tentang manipulasi data oleh aparat desa yang tidak bertanggung jawab. Ini akan menjadi tidak keadilan bagi mereka yang masih tidak terdaftar lagi di kemudian hari. baru-baru ini KPU tidak mau capek-capek, mungkin KPU kasihan dengan aparat desa sehingga warga yang kemarin gak terdaftar di DPT harus aktif sendiri mendaftar. TIDAK ADA PELAYANAN SAMA SEKALI DARI PEMIMPIN. Ini adalah indikasi bahwa para pemimpin seperti ini layak diganti.
Kata KPU, "Bagi pemilih tambahan, yakni pemilih yang karena suatu hal tidak dapat memilih di tempat ia terdaftar, dapat menggunakan hak pilihnya di TPS lain dengan membawa formulir A-7". Lagi-lagi ini tidak praktis bagi mereka yang sering bekerja di luar kota atau jauh dari tempat tinggal yang bersangkutan terdaftar. Mengapa tidak pakai KTP saja? Toh kemungkinan kecil mereka mencoba untuk memilih dobel seandainya tanda tinta telah mencoblos berfungsi dengan baik. Mengapa harus pake formulir segala. A7 lagi. Tidak semua orang bisa memahami mekanisme ini. Bagaimana jika ada tempat-tempat umum yang dijaga polisi atau tentara yang khusus melayani masyarakat yang kebetulan tidak bisa mencontreng di TPSnya? Hanya cukup menunjukkan KTP. Jika rumahnya dekat maka yang bersangkutan tidak boleh mencontreng di situ. Lalu, jika kertas suara tidak mencukupi maka petugas sudah mengantisipasinya dengan adanya jalur komunikasi antarTPS khusus ini.
(Haryo Pinandito 153070025)
Pemilu Presiden secara langsung akan digelar tanggal 8 Juli 2009 untuk putaran I. Apabila ada putaran II akan dilaksanakan pada 8 September 2009. ini akan kembali menguras energi rakyat Indonesia untuk sekedar memilih capres dan wapres yang masih menyisakan tanda tanya. Apakah pemimpin terpilih mampu memimpin Indonesia agar menjadi maju?
Pilpres mendatang masih tetap akan bermasalah terutama mengenai DPT, daftar pemilih tetap pileg kemarin dijadikan daftar pemilih sementara untuk pilpres mendatang. Jangan-jangan birokrasi sengaja dibikin bobrok dan nggak mau tahu-menahu tentang data kependudukan?
Kata KPU, "Pemilih yang dapat menggunakan hak pilihnya yakni yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap di tempat pemungutan suara". Dari pernyataan ini telah jelas bahwa tidak setiap warga negara berhak menggunakan hak suaranya jika tidak terdaftar. Ini masih menyisakan pertanyaan tentang manipulasi data oleh aparat desa yang tidak bertanggung jawab. Ini akan menjadi tidak keadilan bagi mereka yang masih tidak terdaftar lagi di kemudian hari. baru-baru ini KPU tidak mau capek-capek, mungkin KPU kasihan dengan aparat desa sehingga warga yang kemarin gak terdaftar di DPT harus aktif sendiri mendaftar. TIDAK ADA PELAYANAN SAMA SEKALI DARI PEMIMPIN. Ini adalah indikasi bahwa para pemimpin seperti ini layak diganti.
Kata KPU, "Bagi pemilih tambahan, yakni pemilih yang karena suatu hal tidak dapat memilih di tempat ia terdaftar, dapat menggunakan hak pilihnya di TPS lain dengan membawa formulir A-7". Lagi-lagi ini tidak praktis bagi mereka yang sering bekerja di luar kota atau jauh dari tempat tinggal yang bersangkutan terdaftar. Mengapa tidak pakai KTP saja? Toh kemungkinan kecil mereka mencoba untuk memilih dobel seandainya tanda tinta telah mencoblos berfungsi dengan baik. Mengapa harus pake formulir segala. A7 lagi. Tidak semua orang bisa memahami mekanisme ini. Bagaimana jika ada tempat-tempat umum yang dijaga polisi atau tentara yang khusus melayani masyarakat yang kebetulan tidak bisa mencontreng di TPSnya? Hanya cukup menunjukkan KTP. Jika rumahnya dekat maka yang bersangkutan tidak boleh mencontreng di situ. Lalu, jika kertas suara tidak mencukupi maka petugas sudah mengantisipasinya dengan adanya jalur komunikasi antarTPS khusus ini.
(Haryo Pinandito 153070025)
Langganan:
Postingan (Atom)