Mahasiswa Basis Golput
Yogyakarta – pemilu tanggal 9 april 2009 ini kita akan menghadapi pemilu caleg. Dengan semakin banyaknya partai dan para caleg membuat para pemilih menjadi bingung dan disinyalir golput akan semakin meningkat.
Dengan sangat gencarnya para parpol melakukan kampanye baik melalui media cetak maupun media elektronik tidak membuat sebagian mahasiswa pendatang untuk ikut mencontreng di daerahnya masing-masing. Arka salah satu mahasiswa penrguruan tinggi swasta di yogyakarta mengutarakan ideology dan cita-cita mereka serta janji-janjinya tidak bisa dipercaya lagi, untuk apa dipaksa memilih ? kalau toh disuruh memilih mungkin saya bisa mencoba metode “ hitung kancing “ , bingung milihnya.
Hal ini juga didukung oleh Riko mahasiswa berjenggot ini juga tidak memilih (golput) ”yang dipilih tidak ada gunanya, indonesia tetap saja begini sengsara ” ujarnya.
Selain fenomena mahasiswa golput tersebut, Rahman adalah salah satu mahasiswa yang menolak keras golput, ia mengatakan “masak dari sekian banyak caleg tidak ada satu pun yang memenuhi criteria pastilah ada, lebih baik memilih daripada tidak sama sekali.
(Haryo pinandito 153070025)
Senin, 01 Juni 2009
Soft News
Kampanye = Ricuh
Musim kampanye identik dengan aksi konvoy para simpatisan partai dan konser musik dangdut yang dianggap oleh sebagian warga tidak efektif dan berujung ricuh.
Motor-motor yang knlapotnya sengaja dipotong agar suaranya berisik malah menggangu ketertiban umum dan bising ditelinga gitu kok kampanye ujar pak Rohim salah satu warga yang kebetulan rumahnya dilalui oleh konvoy kampanye partai. Kampanye seharusnya menyampaikan visi misi partai dengan dialog atau debat bukan nya malah gini kata pria berkumis tebal itu.
Senada dengan pak Rohim, Roki salah satu mahasiswa perguruan tinggi swasta di yagyakarta ketika ditanya mengenai kampanye parpol yang menyuguhkan konser musik dangdut, ia berpendapat “ saya rasa tidak efektif ya, itu malah akan menyebabkan kericuhan kita lihat saja konser dangdut kan identik dengan kericuhan saling senggol sedikit tidak terima ricuh, buang-buang energi.
Kampanye yang menyuguhkan konser dangdut dan konvoy arak-arakan tidak hanya berdampak buruk, mengganggu ketertiban umum dan berakibat ricuh tapi menjadi menjadi berkah tersendiri bagi sebagian artis dangdutyang banyak menerima job saat musim kampanye.
(Haryo pinandito 153070025)
Musim kampanye identik dengan aksi konvoy para simpatisan partai dan konser musik dangdut yang dianggap oleh sebagian warga tidak efektif dan berujung ricuh.
Motor-motor yang knlapotnya sengaja dipotong agar suaranya berisik malah menggangu ketertiban umum dan bising ditelinga gitu kok kampanye ujar pak Rohim salah satu warga yang kebetulan rumahnya dilalui oleh konvoy kampanye partai. Kampanye seharusnya menyampaikan visi misi partai dengan dialog atau debat bukan nya malah gini kata pria berkumis tebal itu.
Senada dengan pak Rohim, Roki salah satu mahasiswa perguruan tinggi swasta di yagyakarta ketika ditanya mengenai kampanye parpol yang menyuguhkan konser musik dangdut, ia berpendapat “ saya rasa tidak efektif ya, itu malah akan menyebabkan kericuhan kita lihat saja konser dangdut kan identik dengan kericuhan saling senggol sedikit tidak terima ricuh, buang-buang energi.
Kampanye yang menyuguhkan konser dangdut dan konvoy arak-arakan tidak hanya berdampak buruk, mengganggu ketertiban umum dan berakibat ricuh tapi menjadi menjadi berkah tersendiri bagi sebagian artis dangdutyang banyak menerima job saat musim kampanye.
(Haryo pinandito 153070025)
Pojok
Mega-Prabowo mendeklarasikan capres dan cawapres di TPA Bantargebang
" emang gua pikirin "
(Haryo Pinandito 153070025)
" emang gua pikirin "
(Haryo Pinandito 153070025)
Pojok
SBY menggandeng Budiono sebagai cawapres
" tidak masalah,yang penting bisa mengembani amanah Rakyat "
Rizki Adetya PP 153070337)
" tidak masalah,yang penting bisa mengembani amanah Rakyat "
Rizki Adetya PP 153070337)
Tajuk Rencana
Pejabat Negara Ngapain Kampanye?
Presiden, wakil presiden, dan menteri menjadwalkan berkampanye untuk partainya masing-masing. Untuk keperluan itu, mereka akan cuti yang dijadwal bergilir.
Tidak ada aturan yang dilanggar. Sebab, UU Pemilu memang memperbolehkan para pejabat berkampanye untuk parpol masing-masing. UU pula yang mengharuskan mereka cuti selama berkampanye. Dengan syarat, pejabat negara tidak boleh menggunakan fasilitas negara. Ada dua hal yang perlu dicermati.
Pertama, ketika menjadi pejabat negara, pemimpin parpol seharusnya mencairkan hubungannya dengan parpol mereka. Mereka harus mengutamakan posisinya sebagai pejabat negara yang harus fokus untuk bekerja demi negara dan bangsanya.
Patutkah jika presiden dan wapres memimpin para menterinya dan harus tunduk kepada presiden dan Wapres, namun di saat kampanye mereka saling sindir. Bahkan, saling kecam dan membeber kelemahan masing-masing.Memang tidak ada yang salah karena aksi mereka di ajang kampanye itu tidak melanggar UU, bahkan memperbolehkan. Hanya, itu tetap saja tidak baik karena telah memberikan contoh yang tidak baik bagi pendidikan politik.
Kedua, kepemimpinan di pemerintahan haruslah tidak boleh diganggu kepentingan apa pun, mereka harus bekerja sepenuh hati. Tidak boleh diganggu kepentingan lain, termasuk kepentingan parpol.
Meskipun itu tidak melanggar UU- para pejabat tidak perlu ikut berkampanye. Urusan kampanye serahkan saja kepada parpol masing-masing. Itu juga menjadi contoh bagi parpol-parpol. Bahwa, untuk menarik massa, parpol tidak perlu bergantung kepada pemimpin mereka yang sedang menjadi pejabat negara. Biarkan pejabat negara bekerja. Biarkan mereka fokus pada pekerjaannya. Biarkan presiden, wapres dan para mentri bekerja memimpin pemerintahan asal parpol bekerja membantu presiden menjalankan roda pemerintahan.
Masyarakat sekarang sudah semakin pintar. Mendukung dalam pemilu tidak lagi disebabkan pesona dan daya tarik pemimpin parpol yang sedang menjadi presiden, Wapres, dan menteri. Dukungan dalam pemilu bergantung pada kinerja parpol selama lima tahun terakhir. Apakah wakil mereka di parlemen atau wakil parpol di kursi presiden, Wapres, dan menteri dapat memajukan negara dan bangsa. Kalau dukungan pemilih karena pesona pejabat negara, mestinya angka golput tidak besar. Nyatanya, angka golput dari pemilu ke pemilu terus membengkak
(Haryo Pinandito 153070025)
Presiden, wakil presiden, dan menteri menjadwalkan berkampanye untuk partainya masing-masing. Untuk keperluan itu, mereka akan cuti yang dijadwal bergilir.
Tidak ada aturan yang dilanggar. Sebab, UU Pemilu memang memperbolehkan para pejabat berkampanye untuk parpol masing-masing. UU pula yang mengharuskan mereka cuti selama berkampanye. Dengan syarat, pejabat negara tidak boleh menggunakan fasilitas negara. Ada dua hal yang perlu dicermati.
Pertama, ketika menjadi pejabat negara, pemimpin parpol seharusnya mencairkan hubungannya dengan parpol mereka. Mereka harus mengutamakan posisinya sebagai pejabat negara yang harus fokus untuk bekerja demi negara dan bangsanya.
Patutkah jika presiden dan wapres memimpin para menterinya dan harus tunduk kepada presiden dan Wapres, namun di saat kampanye mereka saling sindir. Bahkan, saling kecam dan membeber kelemahan masing-masing.Memang tidak ada yang salah karena aksi mereka di ajang kampanye itu tidak melanggar UU, bahkan memperbolehkan. Hanya, itu tetap saja tidak baik karena telah memberikan contoh yang tidak baik bagi pendidikan politik.
Kedua, kepemimpinan di pemerintahan haruslah tidak boleh diganggu kepentingan apa pun, mereka harus bekerja sepenuh hati. Tidak boleh diganggu kepentingan lain, termasuk kepentingan parpol.
Meskipun itu tidak melanggar UU- para pejabat tidak perlu ikut berkampanye. Urusan kampanye serahkan saja kepada parpol masing-masing. Itu juga menjadi contoh bagi parpol-parpol. Bahwa, untuk menarik massa, parpol tidak perlu bergantung kepada pemimpin mereka yang sedang menjadi pejabat negara. Biarkan pejabat negara bekerja. Biarkan mereka fokus pada pekerjaannya. Biarkan presiden, wapres dan para mentri bekerja memimpin pemerintahan asal parpol bekerja membantu presiden menjalankan roda pemerintahan.
Masyarakat sekarang sudah semakin pintar. Mendukung dalam pemilu tidak lagi disebabkan pesona dan daya tarik pemimpin parpol yang sedang menjadi presiden, Wapres, dan menteri. Dukungan dalam pemilu bergantung pada kinerja parpol selama lima tahun terakhir. Apakah wakil mereka di parlemen atau wakil parpol di kursi presiden, Wapres, dan menteri dapat memajukan negara dan bangsa. Kalau dukungan pemilih karena pesona pejabat negara, mestinya angka golput tidak besar. Nyatanya, angka golput dari pemilu ke pemilu terus membengkak
(Haryo Pinandito 153070025)
Artikel Opini
DPT Yang Amburadul
Pemilu Presiden secara langsung akan digelar tanggal 8 Juli 2009 untuk putaran I. Apabila ada putaran II akan dilaksanakan pada 8 September 2009. ini akan kembali menguras energi rakyat Indonesia untuk sekedar memilih capres dan wapres yang masih menyisakan tanda tanya. Apakah pemimpin terpilih mampu memimpin Indonesia agar menjadi maju?
Pilpres mendatang masih tetap akan bermasalah terutama mengenai DPT, daftar pemilih tetap pileg kemarin dijadikan daftar pemilih sementara untuk pilpres mendatang. Jangan-jangan birokrasi sengaja dibikin bobrok dan nggak mau tahu-menahu tentang data kependudukan?
Kata KPU, "Pemilih yang dapat menggunakan hak pilihnya yakni yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap di tempat pemungutan suara". Dari pernyataan ini telah jelas bahwa tidak setiap warga negara berhak menggunakan hak suaranya jika tidak terdaftar. Ini masih menyisakan pertanyaan tentang manipulasi data oleh aparat desa yang tidak bertanggung jawab. Ini akan menjadi tidak keadilan bagi mereka yang masih tidak terdaftar lagi di kemudian hari. baru-baru ini KPU tidak mau capek-capek, mungkin KPU kasihan dengan aparat desa sehingga warga yang kemarin gak terdaftar di DPT harus aktif sendiri mendaftar. TIDAK ADA PELAYANAN SAMA SEKALI DARI PEMIMPIN. Ini adalah indikasi bahwa para pemimpin seperti ini layak diganti.
Kata KPU, "Bagi pemilih tambahan, yakni pemilih yang karena suatu hal tidak dapat memilih di tempat ia terdaftar, dapat menggunakan hak pilihnya di TPS lain dengan membawa formulir A-7". Lagi-lagi ini tidak praktis bagi mereka yang sering bekerja di luar kota atau jauh dari tempat tinggal yang bersangkutan terdaftar. Mengapa tidak pakai KTP saja? Toh kemungkinan kecil mereka mencoba untuk memilih dobel seandainya tanda tinta telah mencoblos berfungsi dengan baik. Mengapa harus pake formulir segala. A7 lagi. Tidak semua orang bisa memahami mekanisme ini. Bagaimana jika ada tempat-tempat umum yang dijaga polisi atau tentara yang khusus melayani masyarakat yang kebetulan tidak bisa mencontreng di TPSnya? Hanya cukup menunjukkan KTP. Jika rumahnya dekat maka yang bersangkutan tidak boleh mencontreng di situ. Lalu, jika kertas suara tidak mencukupi maka petugas sudah mengantisipasinya dengan adanya jalur komunikasi antarTPS khusus ini.
(Haryo Pinandito 153070025)
Pemilu Presiden secara langsung akan digelar tanggal 8 Juli 2009 untuk putaran I. Apabila ada putaran II akan dilaksanakan pada 8 September 2009. ini akan kembali menguras energi rakyat Indonesia untuk sekedar memilih capres dan wapres yang masih menyisakan tanda tanya. Apakah pemimpin terpilih mampu memimpin Indonesia agar menjadi maju?
Pilpres mendatang masih tetap akan bermasalah terutama mengenai DPT, daftar pemilih tetap pileg kemarin dijadikan daftar pemilih sementara untuk pilpres mendatang. Jangan-jangan birokrasi sengaja dibikin bobrok dan nggak mau tahu-menahu tentang data kependudukan?
Kata KPU, "Pemilih yang dapat menggunakan hak pilihnya yakni yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap di tempat pemungutan suara". Dari pernyataan ini telah jelas bahwa tidak setiap warga negara berhak menggunakan hak suaranya jika tidak terdaftar. Ini masih menyisakan pertanyaan tentang manipulasi data oleh aparat desa yang tidak bertanggung jawab. Ini akan menjadi tidak keadilan bagi mereka yang masih tidak terdaftar lagi di kemudian hari. baru-baru ini KPU tidak mau capek-capek, mungkin KPU kasihan dengan aparat desa sehingga warga yang kemarin gak terdaftar di DPT harus aktif sendiri mendaftar. TIDAK ADA PELAYANAN SAMA SEKALI DARI PEMIMPIN. Ini adalah indikasi bahwa para pemimpin seperti ini layak diganti.
Kata KPU, "Bagi pemilih tambahan, yakni pemilih yang karena suatu hal tidak dapat memilih di tempat ia terdaftar, dapat menggunakan hak pilihnya di TPS lain dengan membawa formulir A-7". Lagi-lagi ini tidak praktis bagi mereka yang sering bekerja di luar kota atau jauh dari tempat tinggal yang bersangkutan terdaftar. Mengapa tidak pakai KTP saja? Toh kemungkinan kecil mereka mencoba untuk memilih dobel seandainya tanda tinta telah mencoblos berfungsi dengan baik. Mengapa harus pake formulir segala. A7 lagi. Tidak semua orang bisa memahami mekanisme ini. Bagaimana jika ada tempat-tempat umum yang dijaga polisi atau tentara yang khusus melayani masyarakat yang kebetulan tidak bisa mencontreng di TPSnya? Hanya cukup menunjukkan KTP. Jika rumahnya dekat maka yang bersangkutan tidak boleh mencontreng di situ. Lalu, jika kertas suara tidak mencukupi maka petugas sudah mengantisipasinya dengan adanya jalur komunikasi antarTPS khusus ini.
(Haryo Pinandito 153070025)
Artikel Opini
Terpasungnya Capres Independen
Pendaftaran bagi bakal calon presiden dan wakil presiden resmi dibuka 10 hingga 17 Mei 2009 setelah penetapan hasil pemilu legislatif 2009. muncul nama pasangan capres-cawapres. Mereka adalah :
1) M. Jusuf Kalla - Wiranto dari Partai Golkar dan Partai Hanura;
2) Megawati Soekarno Putri - Prabowo Subyanto dari Partai DIP dan Partai Gerindra.
3) SBY – Boediono dari partai demokrat.
Calon presiden dan wakil presiden di atas diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi atau memperoleh 25 persen dari suara sah nasional dalam pemilu legislatif. Hal ini meminimalisir jumlah pasangan capres-cawapres yang akan ditandingkan. Entah tujuan utamanya apa, tentunya ada maksud tertentu dari pembatasan ini. Maklum yang membuat aturan kan wakil-wakil partai besar yang ada di DPR.
Apapun yang diputuskan DPR, yang penting untuk diperhatikan dan masih ditunggu adalah membuka kesempatan seluas-luasnya bagi calon independen untuk ikut bergabung dalam kompetisi pilpres. Hal ini akan memicu persaingan ketat dan sehat. Misalnya, mulai lahir peraturan yang lebih memprioritaskan kualitas capres dan cawapres dari segi pendidikan dan kesehatan. Tapi masih penuh aroma pro-kontra. Sebab bisa jadi ada isu penghambatan terhadap tokoh-tokoh elit tertentu padahal sebenarnya untuk satu tujuan: Indonesia maju dan sejahtera.
Terlepas dari itu, seandainya para pemimpin atau calon pemimpin masih beritikad baik maka mereka pastinya mau duduk bersama. Contoh konkret: adakan pertemuan rutin dengan cara sholat jumat bersama di masjid Istiqlal. Imamnya: Hidayat Nur Wahid; Khotibnya: Susilo Bambang Yudhoyono dan digilir seterusnya: M. Yusuf Kalla, Wiranto, Prabowo Subiyanto, dan para menteri serta tokoh-tokoh yang beragama Islam. Demikian juga tokoh-tokoh yang beragama selain Islam, mereka seharusnya ada pertemuan kebangsaan sekaligus pertemuan keagamaan di tempat peribadatan mereka masing-masing yang bertujuan sama, yakni untuk mewujudkan Indonesia yang maju dan sejahtera.
Jika para pemimpin dan tokoh elit hanya berseteru dari tahun ke tahun, mau jadi apa negeri ini? Negeri ini sudah cukup terhina oleh ulah para pemimpinannya dahulu. Untuk itu, Pilpres mendatang hendaknya menjadi gerbang menuju perubahan kepemimpinan bangsa untuk perbaikan negeri ini. Apakah pilpres mendatang benar-benar jadi harapan kita?
(Rizki adetya PP 153070337)
Pendaftaran bagi bakal calon presiden dan wakil presiden resmi dibuka 10 hingga 17 Mei 2009 setelah penetapan hasil pemilu legislatif 2009. muncul nama pasangan capres-cawapres. Mereka adalah :
1) M. Jusuf Kalla - Wiranto dari Partai Golkar dan Partai Hanura;
2) Megawati Soekarno Putri - Prabowo Subyanto dari Partai DIP dan Partai Gerindra.
3) SBY – Boediono dari partai demokrat.
Calon presiden dan wakil presiden di atas diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi atau memperoleh 25 persen dari suara sah nasional dalam pemilu legislatif. Hal ini meminimalisir jumlah pasangan capres-cawapres yang akan ditandingkan. Entah tujuan utamanya apa, tentunya ada maksud tertentu dari pembatasan ini. Maklum yang membuat aturan kan wakil-wakil partai besar yang ada di DPR.
Apapun yang diputuskan DPR, yang penting untuk diperhatikan dan masih ditunggu adalah membuka kesempatan seluas-luasnya bagi calon independen untuk ikut bergabung dalam kompetisi pilpres. Hal ini akan memicu persaingan ketat dan sehat. Misalnya, mulai lahir peraturan yang lebih memprioritaskan kualitas capres dan cawapres dari segi pendidikan dan kesehatan. Tapi masih penuh aroma pro-kontra. Sebab bisa jadi ada isu penghambatan terhadap tokoh-tokoh elit tertentu padahal sebenarnya untuk satu tujuan: Indonesia maju dan sejahtera.
Terlepas dari itu, seandainya para pemimpin atau calon pemimpin masih beritikad baik maka mereka pastinya mau duduk bersama. Contoh konkret: adakan pertemuan rutin dengan cara sholat jumat bersama di masjid Istiqlal. Imamnya: Hidayat Nur Wahid; Khotibnya: Susilo Bambang Yudhoyono dan digilir seterusnya: M. Yusuf Kalla, Wiranto, Prabowo Subiyanto, dan para menteri serta tokoh-tokoh yang beragama Islam. Demikian juga tokoh-tokoh yang beragama selain Islam, mereka seharusnya ada pertemuan kebangsaan sekaligus pertemuan keagamaan di tempat peribadatan mereka masing-masing yang bertujuan sama, yakni untuk mewujudkan Indonesia yang maju dan sejahtera.
Jika para pemimpin dan tokoh elit hanya berseteru dari tahun ke tahun, mau jadi apa negeri ini? Negeri ini sudah cukup terhina oleh ulah para pemimpinannya dahulu. Untuk itu, Pilpres mendatang hendaknya menjadi gerbang menuju perubahan kepemimpinan bangsa untuk perbaikan negeri ini. Apakah pilpres mendatang benar-benar jadi harapan kita?
(Rizki adetya PP 153070337)
Paidi Hidup dari Minuman
Panas terik yang menyaengat kulit di pelataran Benteng Venderburg siang itu, Paidi pedagang minuman yang tidak kenal leleah menjajakan jualannya walaupun cuaca yang sangat panas pada saat itu.
Pria setengah baya tersebut seolah tak percaya diusianya yang menginjak lebih dari 50 tahun ini harus tetap menghidupi keluarganya baik istri dan ke empat anak-anaknya. Sumini, istri dari bapak Paidi bekerja serabutan sebagai tukang cuci. Satu dari ke empat anaknya masih bersekolah di tingkat SMA dan harus menghadi ujian akhir, biaya menjadi kendala si bungsu dari ke empat bersaudara tersebut, tetapi kendala itu akhirnya bisa teratasi pak Paidi dengan cara menghutang kepada tetangganya. Meskipun hanya berjualan minuman setiap hari Paidi berhasil menyekolahkan tiga dari empat anaknya hingga lulus tingkat SMA. Ke tiga anaknya tersebut kadang membantu pak Paidi berjualan.
Dulu pak Paidi sebelum berjualan minuman ia pernah dagang kain hingga menjadi tukang parker semua pernah dijajalnya. Ketika disinggung mengenai sepi atau ramainya pembeli “ kalau itu sih tidak pernah Mas, paling ya satu atau dua pembeli, tapi ya alhamdulillah ramai terus Mas “ uajr pak Paidi. Dengan keuntungan bersih Rp. 100.000 pak Paidi sudah cukup bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun, ada satu keinginan pak Paidi yang belum terlaksana sampai saat ini adalah membuka toko di rumahnya.
(Haryo pinandito 153070025)
Pria setengah baya tersebut seolah tak percaya diusianya yang menginjak lebih dari 50 tahun ini harus tetap menghidupi keluarganya baik istri dan ke empat anak-anaknya. Sumini, istri dari bapak Paidi bekerja serabutan sebagai tukang cuci. Satu dari ke empat anaknya masih bersekolah di tingkat SMA dan harus menghadi ujian akhir, biaya menjadi kendala si bungsu dari ke empat bersaudara tersebut, tetapi kendala itu akhirnya bisa teratasi pak Paidi dengan cara menghutang kepada tetangganya. Meskipun hanya berjualan minuman setiap hari Paidi berhasil menyekolahkan tiga dari empat anaknya hingga lulus tingkat SMA. Ke tiga anaknya tersebut kadang membantu pak Paidi berjualan.
Dulu pak Paidi sebelum berjualan minuman ia pernah dagang kain hingga menjadi tukang parker semua pernah dijajalnya. Ketika disinggung mengenai sepi atau ramainya pembeli “ kalau itu sih tidak pernah Mas, paling ya satu atau dua pembeli, tapi ya alhamdulillah ramai terus Mas “ uajr pak Paidi. Dengan keuntungan bersih Rp. 100.000 pak Paidi sudah cukup bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Namun, ada satu keinginan pak Paidi yang belum terlaksana sampai saat ini adalah membuka toko di rumahnya.
(Haryo pinandito 153070025)
Kisah Pedagang Rujak
Pak Sarmidi yang setiap harinya setia dengan berjualan rujak,dan tak kenal lelah dalam berdagang. ia berjualan di komplek malioboro dekat Pasar Bringharjo. Bapak satu anak ini memilih berjualan rujak pasalnya tidak mau repot,dan barang-barangnya pun mudah dicari.
Tak heran jika ia tidak mau berjualan mie,gorengan,warung nasi. Soalnya Pak Sarmidi tidak mampu beli minyak,buat hidup sehari-hari juga sudah susah. Dan kalaupun mampu beli minyak hasilnya tidak sepadan/balik modal,mana harga minyak naik terus makanya mendingan jualan rujak saja. Dalam sehari ia berjualan cukup lumayan untuk
menghidupi Satu Anak dan satu Istri,dan sedikit-sedikit bisa nabung. Sawaktu-waktu ada keperluan yang sangat mepet dapat mengambil dari tabungan tersebut. Istrinya pun ikut membantu dan mendukung usaha yang dilakoni Pak Sarmidi,Istrinya seharian belanja dan membungkus pun tak pernah mengeluh. Istrinya kalau belanja berlalan kaki membeli nanas 10kg,dan papaya 5kg,dan bahan-bahan.
Suka duka yang dialami Pak Sarmidi ketika lagi laris,nereka sangat senang dan dalam berdagang tetap semangat dan dapat penghasilan. Dukanya kalau lagi tidak laris penghasilanya jadi berkurang.
(Rizki adetya pp 153070337)
Tak heran jika ia tidak mau berjualan mie,gorengan,warung nasi. Soalnya Pak Sarmidi tidak mampu beli minyak,buat hidup sehari-hari juga sudah susah. Dan kalaupun mampu beli minyak hasilnya tidak sepadan/balik modal,mana harga minyak naik terus makanya mendingan jualan rujak saja. Dalam sehari ia berjualan cukup lumayan untuk
menghidupi Satu Anak dan satu Istri,dan sedikit-sedikit bisa nabung. Sawaktu-waktu ada keperluan yang sangat mepet dapat mengambil dari tabungan tersebut. Istrinya pun ikut membantu dan mendukung usaha yang dilakoni Pak Sarmidi,Istrinya seharian belanja dan membungkus pun tak pernah mengeluh. Istrinya kalau belanja berlalan kaki membeli nanas 10kg,dan papaya 5kg,dan bahan-bahan.
Suka duka yang dialami Pak Sarmidi ketika lagi laris,nereka sangat senang dan dalam berdagang tetap semangat dan dapat penghasilan. Dukanya kalau lagi tidak laris penghasilanya jadi berkurang.
(Rizki adetya pp 153070337)
Langganan:
Postingan (Atom)